PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI BERDASARKAN TIPE KEPRIBADIAN
(EKSTROVERT-INTROVERT) MAHASISWA DI SALATIGA
OLEH
LESTARI CAHYA NINGRUM
43040180158
PROPOSAL
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Guna Memenuhi Sebagian
Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi Islam
![](file:///C:\Users\ARIPUR~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI BERDASARKAN TIPE KEPRIBADIAN
(EKSTROVERT-INTROVERT) MAHASISWA DI SALATIGA
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan salah satu
tahapan dalam kehidupan manusia. Masa remaja sering digambarkan sebagai masa
yang paling indah, dan tidak terlupakan karena penuh dengan kegembiraan dan
tantangan. Namun masa remaja juga identik dengan kata “pemberontakan‟, dalam
istilah psikologi sendiri sering disebut sebagai masa storm and stress karena
banyaknya goncangan-goncangan dan perubahan-perubahan yang cukup radikal dari
masa sebelumnya. Salah satu tugas perkembangan remaja yang harus dilaluinya
adalah mampu berpikir secara lebih dewasa dan rasional, serta memiliki
pertimbangan yang lebih matang dalam menyelesaikan masalah. Mereka harus mampu
mengembangkan standar moral dan kognitif
yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dan menjamin konsistensi dalam membuat
keputusan dan bertindak (Soetjiningsih, 2004).
Masa remaja secara global berlangsung antara
umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18
tahun: masa remaja pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir. Masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja
belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status
kanak-kanak (Calon dalam Monks dkk, 1999). Asubel (dalam Monks dkk, 1999)
menyebutkan bahwa remaja ada dalam status interim sebagai akibat daripada posisi
yang sebagian diberikan oleh orang tua dan sebagian diperoleh melalui usaha
sendiri yang selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya. Status interim
berhubungan dengan masa peralihan yang timbul sesudah pemasakan seksual
(pubertas). Masa peralihan tersebut diperlukan untuk mempelajari remaja mampu
memikul tanggung jawabnya nanti dalam masa dewasa.
Menurut Blackman (dalam Ibaniati,
2005), masa remaja adalah masa seorang individu sedang mengalami kekacauan
emosi, kelabilan keinginan, kesuraman dalam menginstropeksi diri, penuh dengan
dunia angan-angan serta sangat sensitif. Pada masa ini remaja sedang memainkan
perannya sebagai pembangkang dan selalu melakukan uji coba dengan berbagai
macam tingkah laku. Menurut Santrock
(2007), emosi ditandai oleh perilaku yang mengekspresikan kondisi senang atau
tidak senang seseorang atau transaksi yang sedang dialami. Perasaan emosi
biasanya dikaitkan sebagai suatu keadaan dari diri individu terhadap suatu
kejadian atau peristiwa-peristiwa yang datang dari luar yang menimbulkan
konflik pada individu yang bersangkutan. Misalnya, seseorang akan merasa
bahagia jika apa yang dia inginkan tercapai begitu sebaliknya, jika seseorang
tidak mendapatkan apa yang dia inginkan maka, akan merasa sedih. Emosi
dilibatkan di berbagai aspek kehidupan remaja, mulai dari fluktuasi hormonal
dari masa pubertas hingga kesedihan dari depresi remaja.
Dalam psikologi, stress dimaknai
sebagai sebuah bentuk tekanan atau tuntutan yang dialami oleh seorang individu
agar beradaptasi. Dalam coping stress, setiap individu memiliki cara
yang berbeda-beda. Tanggapan tersebut tidak hanya berdasarkan faktor fisiologis
saja, tapi juga faktor psikologis yaitu kepribadian. (Polinggapo,2013) Tipe
kepribadian introversi-ekstraversi merupakan salah satu tipe kepribadian
manusia yang dikemukaan oleh Jung.
Sikap introversi mengarahkan pribadi
ke pengalaman subjektif, memusatkan diri pada dunia dan privat dimana
realita hadir dalam dalam bentuk hasil amatan, cenderung, menyendiri, pendiam
atau tidak ramah bahkan anti social. Sedangkan sikap ekstraversi mengarah pada
pengalaman objektif, memusatkan perhatian kedua luar alih-alih berfikir
mengenai persepsinya, cenderung berinteraksi dengan orang-orang
disekelilingnya, aktif dan ramah (Alwisol,2009)
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Marina (2000) pada kelompok penyalahgunaan heroin. Bahwa remaja
yang masuk dalam tipe kepribadian ekstrovet lebih banyak yang menjadi pengguna,
adapun subfaktor ekstrovert yang dominan padanya meliputi implusife, tantangan
dan kurang bertanggung jawab. Sedangkan untuk yang tipe kepribadian
introvert pada remaja yang bukan penyalahgunaan heroin, subfaktor
introvert yang dominan adalah terkontrol, hati-hati dan bertanggung
jawab. Penelitian ini menunjukkan bahwa 71% dari remaja penyalahgunaan heroin,
ekstrovert menujukkan sikap suka bersosialisasi dan ekspresif. Sedangkan 56%
remaja bukan penyalahgunaan heroin menunjukkan sikap kurang bisa bersosialisasi
dan berekspresif.
Penelitian lain yang dilakukan oleh
Farida, 2007 tentang hubungan ekstrovert-introvert dengan agresi menunjukkan
adanya signifikasi antara tipe kepribadian introvert dengan perilaku agresif.
Suyatno dan Wahyuningsih melakukan penelitian untuk mencari perbedaan antara
tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dalam mengelola konflik.
Dari hasil pengujian yang dilakukan
oleh keduanya didapat kesimpulan bahwa tipe kepribadian dapat menimbulkan
dampak negatif pada diri seseorang yang dalam hal ini adalah agresi dan tipe
kepribadian juga mempengaruhi pengeloaan konflik. Stress bisa saja menimbulkan
agresi pada diri seseorang dan stress juga berkaitan dengan bagaimana seseorang
mengolah konflik dalam dirinya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
mengambil juudul dalam penelitian ini “Perbedaan
Tingkat Depresi Berdasarkan Tipe Kepribadian (Ekstrovert-Introvert) Mahasiswa
Di Salatiga”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagiamana perbedaan tingkat depresi
pada mahasiswa?
2. Apakah ada hubungan tipe kepribadian
ekstrovert dan introvert terhadap tingkat depresi pada mahasiswa?
C. Tujuan Penelitian
1. Tingkat depresi pada mahasiswa.
2. Hubungan tipe kepribadian ekstrovert
dan introvert terhadap tingkat stress pada mahasiswa.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat
Teoristis
a. Memberikan sumbangan wawasan pengetahuan bagi disiplin ilmu
psikologi sosial dan perkembangan.
b. Dengan mengadakan penelitian ini,
diharapkan mampu memberikan pemahaman yang jelas mengenai pengaruh atau perbedaan tingkat depresi berdasarkan tipe kepribadian
(ekstrovert-introvert).
2. Manfaat
Praktis
a. Diharapkan dapat menambah wawasan
bagi semua pihak mengenai teori-teori dalam psikologi terutama tentang tingkat
stress ditinjau dari tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan kajian.
b. Dengan penelitian ini, diharapkan
dapat memberikan pencerahan bagi remaja tentang tipe kepribadian mereka dan
kerentanan mereka akan stress. Setelah mengetahui hal tersebut, diharapkan pula
dapat membantu para remaja tersebut untuk bisa mencegah mencegah atau
menengelola stress yang terjadi pada mereka tidak membawa mereka ke hal-hal
yang negatif.
E. Landasan Teori
Depresi merupakan suatu sikap emosi
yang menyangkut suatu perasaan tidak sanggup dan tidak ada harapan, pengurangan
aktivitas fisik maupun mental dan kesukaran dalam berpikir putus asa atau
keadaan mundur (Sudarsono, 1997). Depresi pada orang normal merupakan keadaan
kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak
pas, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang,
merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap perangsang, disertai
menurunnya nilai diri, tidak mampu dan putus asa (Chaplin, 2001).
Depresi adalah gangguan mood,
kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir,
berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan
muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Ada juga yang
mengemukakan depresi itu adalah suatu keadaan sedih dan rendah semangat,
istilah itu digunakan untuk suatu kumpulan yaitu suatu keadaan murung,
tertekan, ketiadaan jawaban dan kehilangan semangat, hambatan-hambatan mental
dan motorik, pikiran yang tertekan, dan gangguan badaniah tertentu (Hassan,
2003).
Beck (dalam Dinar dkk, 2013)
mendefinisikan depresi sebagai keadaan abnormal organisme yang dimanifestasikan
dengan tanda symptom-symptom seperti: menurunnya mood subjektif, rasa pesimis,
kehilangan kespontanan dan gejala vegetatif (seperti kehilangan berat badan dan
gangguan tidur). Depresi juga merupakan kompleks gangguan yang meliputi
gangguan afeksi, kognisi, motivasi dan komponen perilaku. Depresi adalah suatu
penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang disertai gejala-gejala psikologi lainnya,
gangguan somatik maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan
digolongkan ke dalam gangguan afektif.
Greenberger (2004) mengatakan bahwa
depresi bukan hanya meliputi suasana hati yang sedih melainkan juga berbagai
macam gejala kognitif, perilaku fisik dan emosional. Gejala-gejala kognitif
depresi meliputi mencela diri sendiri, tanpa harapan, keinginan bunuh diri,
kesulitan berkonsentrasi dan negativitas secara umum. Perubahan perilaku
berkaitan dengan depresi, meliputi menarik diri dari orang lain, tidak banyak
melakukan aktivitas. Gejala-gejala fisik yang berkaitan dengan depresi meliputi
insomia (sulit tidur), tidur lebih banyak atau kurang dari biasanya, mudah
capai, makan lebih banyak atau kurang dan perubahan berat badan. Gejala-gejala
emosional yang menyertai depresi meliputi perasaan sedih, jengkel, marah, rasa
bersalah dan gugup.
Menurut Durand dan David (2006)
terdapat tiga dimensi penyebab depresi yaitu dimensi biologis, dimensi
psikologis dan dimensi sosial. Dalam dimensi biologis ini dibagi lagi dalam
beberapa bagian yaitu pengaruh keluarga, genetik, sistem endokrin. Pengaruh
keluarga menunjukkan bahwa semakin tingginya tingkat keparahan atau frekuensi
pada anggota-anggota keluarga yang bermasalah berhubungan dengan angka depresi
yang lebih tinggi pada anggota keluarganya. Genetik, terdapat sebuah penelitian
di Australia dan di Amerika mereka menemukan angka gangguan depresi yang tampak
jelas lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki, sedangkan Sistem edokrin, para peneliti menjadi
tertarik pada sistem endokrin ketika mereka menyadari bahwa pasien yang
menderita penyakit-penyakit yang memengaruhi sistem ini kadang-kadang mengawali
depresi.
Kepribadian memegang peranan penting
dalam terjadinya depresi. Pada orang sensitif, mudah tersinggung, ingin selalu
sempurna dan tak ingin disalahkan, seringkali mudah menderita depresi
(Soetjiningsih, 2004). Allport (dalam Masyhuri dan Suprihatin, 1989) merumuskan
kepribadian atau ‘personality’ sebagai organisasi dinamis dalam individu dari
sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap
lingkungannya. Hilgard (dalam Masyhuri dan Suprihatin, 1989) kepribadian adalah
karakteristik-karakteristik individual dan cara-cara bertingkah laku yang dalam
pola dan organisasinya, mempengaruhi penyesuaian unik individu terhadap
lingkungan keseluruhannya. Dari rumusan tersebut di atas diakui adanya faktor
yang bersumber dari dalam diri manusia dan faktor dari luar manusia. Yang
pertama adalah sifat individu dan yang kedua adalah hasil sosialisasi,
kesemuannya berpadu secara dinamis dalam sebuah kompleksitas. Pola kepribadian
seseorang paling menentukan dibanding dengan faktor-faktor yang lain. Kumpulan
sifat-sifat kepribadian atau syndromes
menyebabkan remaja diterima atau tidak oleh kelompoknya. Syndromes terdiri dari pada sifat-sifat yang positif dan negatif.
Remaja yang dapat diterima oleh kelompoknya adalah mereka yang lebih banyak
mempunyai sifat-sifat yang positif daripada yang negatif. Apakah seorang remaja
kemudian hari akan mempunyai konsep diri yang baik atau buruk, tergantung dan
dipengaruhi oleh caranya lingkungan menghadapi dan menerima mereka dan apakah
lingkungan memberi kesempatan yang cukup bagi remaja untuk mengembangkan
dirinya.
Menurut Jung (dalam Rahman 2017)
ketika berinteraksi dengan lingkungan, sikap seseorang bisa diorientasikan ke
dalamdirinya atau keluar dirinya. Orang yang energinya (libido) diarahkan dan tefokus pada sesuatu yang ada di luar
dirinya, baik orang atau kejadian, disebut orang yang memilikiki tipe psikologi
ekstravert, sedangkan orang yang
energinya diarahkan dan terfokus ke dalam dirinya disebut dengan introvert. Orang dengan tipe ekstrovert memiliki karakteristik yang
mudah bergaul (sociable), ekspresif,
banyak bicara (talkative), menyukai
tugas-tugas kelompok dan lebih bagus belajar dengan mendengarkan, sedangkan
orang dengan tipe introvert lebih
suka menahan diri, pendiam dan tidak banyak bicara, lebih baik belajar dengan
membaca, dan lebih suka belajar secara mandiri.
Menurut Eysenck (dalam Lestari,
2008) terdapat tujuh aspek yang termasuk dalam tipe kepribadian yaitu, aspek dari teori Eysenck (dalam Lestari,
2008) Activity (Aktivitas)
orang-orang yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini pada umumnya aktif dan
energik, menyukai seluruh jenis aktivitas fisik termasuk kerja keras dan
latihan. Orang yang mempunyai nilai rendah pada faktor ini tidak aktif secara
fisik, lesu, mudah letih dan lebih menyukai hari libur yang tenang dan penuh
istirahat. Sociability (Kesukaan
Bergaul) faktor ini mempunyai interpretasi yang cukup berterus terang. Individu
yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini suka mencari teman, menyukai
kegiatan-kegiatan sosial, pesta-pesta dan mudah menjumpai orang-orang. Individu
yang mempunyai nilai rendah lebih suka mempunyai teman khusus saja, menyenangi
kegiatan yang menyendiri seperti membaca dan cenderung menarik diri dari kontak
sosial yang menekan.
Risk Taking
(Keberanian Mengambil Resiko) individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor
ini, senang hidup dalam bahaya dan mencari pekerjaan yang penuh dengan resiko.
Individu yang mempunyai nilai rendah pada faktor ini, lebih menyukai keakraban,
keamanan, keselamatan, meskipun hal ini berarti mengorbankan suatu tingkat
kegembiraan dalam kehidupan. Impulsiveness
(Penurutan Dorongan Hati) individu yang mempunyai nilai tinggi ini cenderung
bertindak secara mendadak tanpa dipikirkan terlebih dahulu, membuat keputusan
yang terburu-buru dan kadang-kadang gegabah dan tidak berpendirian tetap.
Orang-orang yang mempunyai nilai yang rendah mempertimbangkan berbagai masalah
dengan sangat hati-hati sebelum membuat keputusan, sistematis, teratur,
hati-hati dan merencanakan kehidupan mereka terlebih dahulu. Mereka berpikir
sebelum berbicara dan melihat sebelum melangkah.
Expressiveness
(Pernyataan Perasaan) faktor ini berhubungan dengan suatu kecenderungan umum
seseorang untuk memperlihatkan emosinya kearah luar dan secara terbuka, apakah
itu duka cita, kemarahan, ketakutan, kecintaan dan kebencian. Individu yang
mempunyai nilai yang tinggi pada faktor ini cenderung sentimental, simpatik,
mudah berubah pendirian dan demonstratif. Sebaliknya individu yang mempunyai
nilai rendah sangat pandai menguasai diri, tenang, tidak memihak dan pada
umumnya terkontrol dalam menyatakan pendapat dan perasaannya. Reflectiveness (Kedalaman Berpikir)
individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini tertarik pada ide-ide,
masalah-masalah filsafat, diskusi-diskusi, dan pengetahuan untuk pengetahuan
itu sendiri, yaitu mereka pada umumnya suka berpikir dan introspektif (dalam
pengertian yang harafiah). Orang-orang yang mempunyai nilai rendah pada faktor
inimempunyai bakat untuk bekerja, lebih tertarik untuk melakukan berbagai hal
daripada memikirkan hal-hal tersebut dan cenderung tidak sabar dengan perbuatan
teori-teori “alam khayal”. Responsibility
(Tanggung jawab) individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini cenderung
berhati-hati, teliti, dapat dipercaya, dapat dijadikan andalan. Individu yang
mempunyai nilai yang rendah cenderung tidak menyukai kegiatan yang resmi,
terlambat dalam menepati janji, berubah-ubah pendirian, dan mungkin juga tidak
bertanggung jawab secara sosial, seluruh nilai pada faktor ini masih berada
dalam batas-batas normal.
Dari penelitian Anindito dan Sofia (2004) dapat disimpulkan bahwa perfeksionisme dan
harga diri adalah dua variabel kepribadian atau
personality traits dalam diri orang introvert yang berperan dalam
depresi. Hasil penelitian Azizah (2016) terdapat perbedaan yang bermakna antara
tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dengan tingkat stress pada mahasiswa
fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ibaniati (2005) menyatakan bahwa ada pengaruh tingkat depresi
dari jenis kepribadian introvert dan ekstrovert remaja terhadap tingkat
kenakalannya dilihat dari hasil uji berdasarkan tingkat depresinya terhadap
aspek perasaan diri pada remaja introvert mengalami depresi sedang dan ringan
(87%), sedangkan terhadap remaja ekstrovert mengalami depresi ringan (52%) jadi
secara umum remaja introvert lebih depresi daripada remaja ekstrovert. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Purwitasari (2008) menyatakan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara tipe kepribadian dan koping lansia dengan depresi pada
lansia di kelurahan Oro Oro Ombo, kecamatan Kartoharjo Madiun. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Supriani (2011) menyatakan bahwa ada hubungan antara tipe
kepribadian introvert dan ekstrovert dengan tingkat depresi pada lansia. Jadi
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi
pada remaja akhir berdasarkan tipe kepribadian (ekstrovert-introvert) pada
mahasiswa di Salatiga.
F. Metode Penelitian
Subjek penelitian adalah mahasiswa di Institut Agama
Islam Negeri Salatiga dan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi dengan
rentang usia 18-21 tahun attau yang tergolong remaja akhir (Calon
dalam Monks, dkk 1999). Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode wawancara.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
random sederhana yaitu dengan cara undian (Danim, 2007)
DAFTAR
PUSTAKA
Alwisol.2009.Psikologi
Kepribadian.Malang:UMM Press.
Chaplin,
J. P. (2001). Kamus Lengkap Psikologi.
Edisi 1, cetakan 7. Penerjemah: Dr
Danim,
S. (2007). Metodologi Penelitian Untuk
Ilmu-Ilmu Perilaku. Jakarta: Bumi Aksara.
Dinar.
Upaya Bunuh Diri Sebagai Bentuk Depresi
Pada Remaja Putri Korban
Farida, Umi.2007.Skripsi :
Hubungan antara Kepribadian Ekstrovert dan Introvert dengan Perilaku Agresi
pada Remaja.Malang:Universitas Negeri Malang.
Greenberger,
D. & Christine, A. P. (2004). Manajemen Pikiran. Bandung: Kaifa
Hassan,
F. (2003). Kamus Istilah Psikologi.
Jakarta: Progres.
Kartini
Kartono. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Lestari, P. P. (2008). Studi Deskriptif Mengenai Tipe Kepribadian
Ditinjau Dari Teori Eysenck Pada Mantan Junkies Wanita Usia 15-18 Tahun Di
Inabah XVII
Marina.2000.Hubungan Tipe
Kepribadian Introvert-Ekstrovert Dengan Tingkahlaku Penyakahgunaan Heroin Pada
Remaja.Jurnal Psikologi Universitas Padjajaran, Vol.5 no. 1
Masyhuri
H. P. & Suprihatin, M. D. (1989). Psikologi
Perkembangan. Semarang: Tim Pengadaan Buku Pelajaran IKIP Semarang.
Monks. (1999). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannnya. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
Polinggapo,
Sri W.2013.Penelitian Perbedaan Tingkat Stress pada Remaja berdasarkan Tipe
kepribadian Sheldon.Malang:Universitas Negeri Malang
Pondok Pesantren Suryalaya. Skripsi.
Bandung: Universitas Islam Bandung.
Santrock,
J. W. (2007). Remaja: Ed 11 Jilid 1.
Jakarta: Erlangga.
Soetjiningsih.
(2004). Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Denpasar: CV Sagung Seto.
Sudarsono.
(1997). Kamus Konseling. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Sujanto,
A. (2001). Psikologi Kepribadian.
Jakarta: Bumi Aksara
Sunaryo.2002.Psikologi
Untuk Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran.
Suyatno, Nicke & Wahyuningsih,
Hepi. 2005.Perbedaan Manajemen Konflik antara Tipe Kepribadian Ekstrovert
dengan Introvert.Yogyakata:Universitas Islam Indonesia.
Traffickinghttp://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/jurnal-dinarbismilah.pdf