Sunday, December 9, 2018

PROPOSAL SKRIPSI: PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI BERDASARKAN TIPE KEPRIBADIAN (EKSTROVERT-INTROVERT) MAHASISWA DI SALATIGA


PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI BERDASARKAN TIPE KEPRIBADIAN (EKSTROVERT-INTROVERT) MAHASISWA DI SALATIGA
OLEH
LESTARI CAHYA NINGRUM
43040180158
PROPOSAL
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi Islam
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2018
PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI BERDASARKAN TIPE KEPRIBADIAN (EKSTROVERT-INTROVERT) MAHASISWA DI SALATIGA

A.    Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Masa remaja sering digambarkan sebagai masa yang paling indah, dan tidak terlupakan karena penuh dengan kegembiraan dan tantangan. Namun masa remaja juga identik dengan kata “pemberontakan‟, dalam istilah psikologi sendiri sering disebut sebagai masa storm and stress karena banyaknya goncangan-goncangan dan perubahan-perubahan yang cukup radikal dari masa sebelumnya. Salah satu tugas perkembangan remaja yang harus dilaluinya adalah mampu berpikir secara lebih dewasa dan rasional, serta memiliki pertimbangan yang lebih matang dalam menyelesaikan masalah. Mereka harus mampu mengembangkan standar  moral dan kognitif yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dan menjamin konsistensi dalam membuat keputusan dan bertindak (Soetjiningsih, 2004).
 Masa remaja secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak (Calon dalam Monks dkk, 1999). Asubel (dalam Monks dkk, 1999) menyebutkan bahwa remaja ada dalam status interim sebagai akibat daripada posisi yang sebagian diberikan oleh orang tua dan sebagian diperoleh melalui usaha sendiri yang selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya. Status interim berhubungan dengan masa peralihan yang timbul sesudah pemasakan seksual (pubertas). Masa peralihan tersebut diperlukan untuk mempelajari remaja mampu memikul tanggung jawabnya nanti dalam masa dewasa.   
Menurut Blackman (dalam Ibaniati, 2005), masa remaja adalah masa seorang individu sedang mengalami kekacauan emosi, kelabilan keinginan, kesuraman dalam menginstropeksi diri, penuh dengan dunia angan-angan serta sangat sensitif. Pada masa ini remaja sedang memainkan perannya sebagai pembangkang dan selalu melakukan uji coba dengan berbagai macam tingkah laku.  Menurut Santrock (2007), emosi ditandai oleh perilaku yang mengekspresikan kondisi senang atau tidak senang seseorang atau transaksi yang sedang dialami. Perasaan emosi biasanya dikaitkan sebagai suatu keadaan dari diri individu terhadap suatu kejadian atau peristiwa-peristiwa yang datang dari luar yang menimbulkan konflik pada individu yang bersangkutan. Misalnya, seseorang akan merasa bahagia jika apa yang dia inginkan tercapai begitu sebaliknya, jika seseorang tidak mendapatkan apa yang dia inginkan maka, akan merasa sedih. Emosi dilibatkan di berbagai aspek kehidupan remaja, mulai dari fluktuasi hormonal dari masa pubertas hingga kesedihan dari depresi remaja.
Dalam psikologi, stress dimaknai sebagai sebuah bentuk tekanan atau tuntutan yang dialami oleh seorang individu agar beradaptasi. Dalam coping stress, setiap individu memiliki cara yang berbeda-beda. Tanggapan tersebut tidak hanya berdasarkan faktor fisiologis saja, tapi juga faktor psikologis yaitu kepribadian. (Polinggapo,2013) Tipe kepribadian introversi-ekstraversi  merupakan salah satu tipe kepribadian manusia yang dikemukaan oleh Jung.
Sikap introversi mengarahkan pribadi ke pengalaman subjektif, memusatkan diri  pada dunia dan privat dimana realita hadir dalam dalam bentuk hasil amatan, cenderung, menyendiri, pendiam atau tidak ramah bahkan anti social. Sedangkan sikap ekstraversi mengarah pada pengalaman objektif, memusatkan perhatian kedua luar alih-alih berfikir mengenai persepsinya, cenderung  berinteraksi dengan orang-orang disekelilingnya, aktif dan ramah (Alwisol,2009)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marina (2000) pada kelompok penyalahgunaan heroin. Bahwa remaja yang masuk dalam tipe kepribadian ekstrovet lebih banyak yang menjadi pengguna, adapun subfaktor ekstrovert yang dominan padanya meliputi implusife, tantangan dan kurang bertanggung jawab. Sedangkan untuk yang  tipe kepribadian introvert  pada remaja yang bukan penyalahgunaan heroin, subfaktor introvert yang dominan  adalah terkontrol, hati-hati dan bertanggung jawab. Penelitian ini menunjukkan bahwa 71% dari remaja penyalahgunaan heroin, ekstrovert menujukkan sikap suka bersosialisasi dan ekspresif. Sedangkan 56% remaja bukan penyalahgunaan heroin menunjukkan sikap kurang bisa bersosialisasi dan berekspresif.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Farida, 2007 tentang hubungan ekstrovert-introvert dengan agresi menunjukkan adanya signifikasi antara tipe kepribadian introvert dengan perilaku agresif. Suyatno dan Wahyuningsih melakukan penelitian untuk mencari perbedaan antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dalam mengelola konflik.
Dari hasil pengujian yang dilakukan oleh keduanya didapat kesimpulan bahwa tipe kepribadian dapat menimbulkan dampak negatif pada diri seseorang yang dalam hal ini adalah agresi dan tipe kepribadian juga mempengaruhi pengeloaan konflik. Stress bisa saja menimbulkan agresi pada diri seseorang dan stress juga berkaitan dengan bagaimana seseorang mengolah konflik dalam dirinya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil juudul dalam penelitian ini  “Perbedaan Tingkat Depresi Berdasarkan Tipe Kepribadian (Ekstrovert-Introvert) Mahasiswa Di Salatiga”.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagiamana perbedaan tingkat depresi pada mahasiswa?
2.      Apakah ada hubungan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert terhadap tingkat depresi pada mahasiswa?
C.    Tujuan Penelitian
1.      Tingkat depresi pada mahasiswa.
2.      Hubungan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert terhadap tingkat stress pada mahasiswa.
D.    Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoristis
a.        Memberikan sumbangan wawasan pengetahuan bagi disiplin ilmu psikologi sosial dan perkembangan.
b.      Dengan mengadakan penelitian ini, diharapkan mampu memberikan pemahaman yang jelas mengenai pengaruh atau perbedaan tingkat depresi berdasarkan tipe kepribadian (ekstrovert-introvert).
2.      Manfaat Praktis
a.       Diharapkan dapat menambah wawasan bagi semua pihak mengenai teori-teori dalam psikologi terutama tentang tingkat stress ditinjau dari tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian.
b.      Dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi remaja tentang tipe kepribadian mereka dan kerentanan mereka akan stress. Setelah mengetahui hal tersebut, diharapkan pula dapat membantu para remaja tersebut untuk bisa mencegah mencegah atau menengelola stress yang terjadi pada mereka tidak membawa mereka ke hal-hal yang negatif.
E.     Landasan Teori
Depresi merupakan suatu sikap emosi yang menyangkut suatu perasaan tidak sanggup dan tidak ada harapan, pengurangan aktivitas fisik maupun mental dan kesukaran dalam berpikir putus asa atau keadaan mundur (Sudarsono, 1997). Depresi pada orang normal merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, kepatahan semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang, merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap perangsang, disertai menurunnya nilai diri, tidak mampu dan putus asa (Chaplin, 2001).
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Ada juga yang mengemukakan depresi itu adalah suatu keadaan sedih dan rendah semangat, istilah itu digunakan untuk suatu kumpulan yaitu suatu keadaan murung, tertekan, ketiadaan jawaban dan kehilangan semangat, hambatan-hambatan mental dan motorik, pikiran yang tertekan, dan gangguan badaniah tertentu (Hassan, 2003).
Beck (dalam Dinar dkk, 2013) mendefinisikan depresi sebagai keadaan abnormal organisme yang dimanifestasikan dengan tanda symptom-symptom seperti: menurunnya mood subjektif, rasa pesimis, kehilangan kespontanan dan gejala vegetatif (seperti kehilangan berat badan dan gangguan tidur). Depresi juga merupakan kompleks gangguan yang meliputi gangguan afeksi, kognisi, motivasi dan komponen perilaku. Depresi adalah suatu penyakit jiwa dengan gejala utama sedih, yang disertai gejala-gejala psikologi lainnya, gangguan somatik maupun gangguan psikomotor dalam kurun waktu tertentu dan digolongkan ke dalam gangguan afektif. 
Greenberger (2004) mengatakan bahwa depresi bukan hanya meliputi suasana hati yang sedih melainkan juga berbagai macam gejala kognitif, perilaku fisik dan emosional. Gejala-gejala kognitif depresi meliputi mencela diri sendiri, tanpa harapan, keinginan bunuh diri, kesulitan berkonsentrasi dan negativitas secara umum. Perubahan perilaku berkaitan dengan depresi, meliputi menarik diri dari orang lain, tidak banyak melakukan aktivitas. Gejala-gejala fisik yang berkaitan dengan depresi meliputi insomia (sulit tidur), tidur lebih banyak atau kurang dari biasanya, mudah capai, makan lebih banyak atau kurang dan perubahan berat badan. Gejala-gejala emosional yang menyertai depresi meliputi perasaan sedih, jengkel, marah, rasa bersalah dan gugup.
Menurut Durand dan David (2006) terdapat tiga dimensi penyebab depresi yaitu dimensi biologis, dimensi psikologis dan dimensi sosial. Dalam dimensi biologis ini dibagi lagi dalam beberapa bagian yaitu pengaruh keluarga, genetik, sistem endokrin. Pengaruh keluarga menunjukkan bahwa semakin tingginya tingkat keparahan atau frekuensi pada anggota-anggota keluarga yang bermasalah berhubungan dengan angka depresi yang lebih tinggi pada anggota keluarganya. Genetik, terdapat sebuah penelitian di Australia dan di Amerika mereka menemukan angka gangguan depresi yang tampak jelas lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki, sedangkan  Sistem edokrin, para peneliti menjadi tertarik pada sistem endokrin ketika mereka menyadari bahwa pasien yang menderita penyakit-penyakit yang memengaruhi sistem ini kadang-kadang mengawali depresi.
Kepribadian memegang peranan penting dalam terjadinya depresi. Pada orang sensitif, mudah tersinggung, ingin selalu sempurna dan tak ingin disalahkan, seringkali mudah menderita depresi (Soetjiningsih, 2004). Allport (dalam Masyhuri dan Suprihatin, 1989) merumuskan kepribadian atau ‘personality’ sebagai organisasi dinamis dalam individu dari sistem psikofisik yang menentukan penyesuaiannya yang unik terhadap lingkungannya. Hilgard (dalam Masyhuri dan Suprihatin, 1989) kepribadian adalah karakteristik-karakteristik individual dan cara-cara bertingkah laku yang dalam pola dan organisasinya, mempengaruhi penyesuaian unik individu terhadap lingkungan keseluruhannya. Dari rumusan tersebut di atas diakui adanya faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dan faktor dari luar manusia. Yang pertama adalah sifat individu dan yang kedua adalah hasil sosialisasi, kesemuannya berpadu secara dinamis dalam sebuah kompleksitas. Pola kepribadian seseorang paling menentukan dibanding dengan faktor-faktor yang lain. Kumpulan sifat-sifat kepribadian atau syndromes menyebabkan remaja diterima atau tidak oleh kelompoknya. Syndromes terdiri dari pada sifat-sifat yang positif dan negatif. Remaja yang dapat diterima oleh kelompoknya adalah mereka yang lebih banyak mempunyai sifat-sifat yang positif daripada yang negatif. Apakah seorang remaja kemudian hari akan mempunyai konsep diri yang baik atau buruk, tergantung dan dipengaruhi oleh caranya lingkungan menghadapi dan menerima mereka dan apakah lingkungan memberi kesempatan yang cukup bagi remaja untuk mengembangkan dirinya.
Menurut Jung (dalam Rahman 2017) ketika berinteraksi dengan lingkungan, sikap seseorang bisa diorientasikan ke dalamdirinya atau keluar dirinya. Orang yang energinya (libido) diarahkan dan tefokus pada sesuatu yang ada di luar dirinya, baik orang atau kejadian, disebut orang yang memilikiki tipe psikologi ekstravert, sedangkan orang yang energinya diarahkan dan terfokus ke dalam dirinya disebut dengan introvert. Orang dengan tipe ekstrovert memiliki karakteristik yang mudah bergaul (sociable), ekspresif, banyak bicara (talkative), menyukai tugas-tugas kelompok dan lebih bagus belajar dengan mendengarkan, sedangkan orang dengan tipe introvert lebih suka menahan diri, pendiam dan tidak banyak bicara, lebih baik belajar dengan membaca, dan lebih suka belajar secara mandiri.
Menurut Eysenck (dalam Lestari, 2008) terdapat tujuh aspek yang termasuk dalam tipe kepribadian yaitu,  aspek dari teori Eysenck (dalam Lestari, 2008) Activity (Aktivitas) orang-orang yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini pada umumnya aktif dan energik, menyukai seluruh jenis aktivitas fisik termasuk kerja keras dan latihan. Orang yang mempunyai nilai rendah pada faktor ini tidak aktif secara fisik, lesu, mudah letih dan lebih menyukai hari libur yang tenang dan penuh istirahat. Sociability (Kesukaan Bergaul) faktor ini mempunyai interpretasi yang cukup berterus terang. Individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini suka mencari teman, menyukai kegiatan-kegiatan sosial, pesta-pesta dan mudah menjumpai orang-orang. Individu yang mempunyai nilai rendah lebih suka mempunyai teman khusus saja, menyenangi kegiatan yang menyendiri seperti membaca dan cenderung menarik diri dari kontak sosial yang menekan.
Risk Taking (Keberanian Mengambil Resiko) individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini, senang hidup dalam bahaya dan mencari pekerjaan yang penuh dengan resiko. Individu yang mempunyai nilai rendah pada faktor ini, lebih menyukai keakraban, keamanan, keselamatan, meskipun hal ini berarti mengorbankan suatu tingkat kegembiraan dalam kehidupan. Impulsiveness (Penurutan Dorongan Hati) individu yang mempunyai nilai tinggi ini cenderung bertindak secara mendadak tanpa dipikirkan terlebih dahulu, membuat keputusan yang terburu-buru dan kadang-kadang gegabah dan tidak berpendirian tetap. Orang-orang yang mempunyai nilai yang rendah mempertimbangkan berbagai masalah dengan sangat hati-hati sebelum membuat keputusan, sistematis, teratur, hati-hati dan merencanakan kehidupan mereka terlebih dahulu. Mereka berpikir sebelum berbicara dan melihat sebelum melangkah.
 Expressiveness (Pernyataan Perasaan) faktor ini berhubungan dengan suatu kecenderungan umum seseorang untuk memperlihatkan emosinya kearah luar dan secara terbuka, apakah itu duka cita, kemarahan, ketakutan, kecintaan dan kebencian. Individu yang mempunyai nilai yang tinggi pada faktor ini cenderung sentimental, simpatik, mudah berubah pendirian dan demonstratif. Sebaliknya individu yang mempunyai nilai rendah sangat pandai menguasai diri, tenang, tidak memihak dan pada umumnya terkontrol dalam menyatakan pendapat dan perasaannya. Reflectiveness (Kedalaman Berpikir) individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini tertarik pada ide-ide, masalah-masalah filsafat, diskusi-diskusi, dan pengetahuan untuk pengetahuan itu sendiri, yaitu mereka pada umumnya suka berpikir dan introspektif (dalam pengertian yang harafiah). Orang-orang yang mempunyai nilai rendah pada faktor inimempunyai bakat untuk bekerja, lebih tertarik untuk melakukan berbagai hal daripada memikirkan hal-hal tersebut dan cenderung tidak sabar dengan perbuatan teori-teori “alam khayal”. Responsibility (Tanggung jawab) individu yang mempunyai nilai tinggi pada faktor ini cenderung berhati-hati, teliti, dapat dipercaya, dapat dijadikan andalan. Individu yang mempunyai nilai yang rendah cenderung tidak menyukai kegiatan yang resmi, terlambat dalam menepati janji, berubah-ubah pendirian, dan mungkin juga tidak bertanggung jawab secara sosial, seluruh nilai pada faktor ini masih berada dalam batas-batas normal.
Dari penelitian  Anindito dan Sofia (2004)  dapat disimpulkan bahwa perfeksionisme dan harga diri adalah dua variabel kepribadian atau  personality traits dalam diri orang introvert yang berperan dalam depresi. Hasil penelitian Azizah (2016) terdapat perbedaan yang bermakna antara tipe kepribadian ekstrovert dan introvert dengan tingkat stress pada mahasiswa fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ibaniati (2005) menyatakan bahwa ada pengaruh tingkat depresi dari jenis kepribadian introvert dan ekstrovert remaja terhadap tingkat kenakalannya dilihat dari hasil uji berdasarkan tingkat depresinya terhadap aspek perasaan diri pada remaja introvert mengalami depresi sedang dan ringan (87%), sedangkan terhadap remaja ekstrovert mengalami depresi ringan (52%) jadi secara umum remaja introvert lebih depresi daripada remaja ekstrovert. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwitasari (2008) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian dan koping lansia dengan depresi pada lansia di kelurahan Oro Oro Ombo, kecamatan Kartoharjo Madiun. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriani (2011) menyatakan bahwa ada hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert dengan tingkat depresi pada lansia. Jadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat depresi pada remaja akhir berdasarkan tipe kepribadian (ekstrovert-introvert) pada mahasiswa di Salatiga.
F.     Metode Penelitian
Subjek penelitian adalah mahasiswa di Institut Agama Islam Negeri Salatiga dan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi dengan rentang usia 18-21 tahun attau yang tergolong remaja akhir (Calon dalam Monks, dkk 1999). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode wawancara. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik random sederhana yaitu dengan cara undian (Danim, 2007)

DAFTAR PUSTAKA
Alwisol.2009.Psikologi Kepribadian.Malang:UMM Press.
Chaplin, J. P. (2001). Kamus Lengkap Psikologi. Edisi 1, cetakan 7. Penerjemah: Dr
Danim, S. (2007). Metodologi Penelitian Untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Jakarta: Bumi Aksara.     
Dinar. Upaya Bunuh Diri Sebagai Bentuk Depresi Pada Remaja Putri Korban
Farida, Umi.2007.Skripsi : Hubungan antara Kepribadian Ekstrovert dan Introvert dengan Perilaku Agresi pada Remaja.Malang:Universitas Negeri Malang.
Greenberger, D. & Christine, A. P. (2004). Manajemen Pikiran. Bandung: Kaifa
Hassan, F. (2003). Kamus Istilah Psikologi. Jakarta: Progres.
Kartini Kartono. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Lestari, P. P. (2008). Studi Deskriptif Mengenai Tipe Kepribadian Ditinjau Dari Teori Eysenck Pada Mantan Junkies Wanita Usia 15-18 Tahun Di Inabah XVII
Marina.2000.Hubungan Tipe Kepribadian Introvert-Ekstrovert Dengan Tingkahlaku Penyakahgunaan Heroin Pada Remaja.Jurnal Psikologi Universitas Padjajaran, Vol.5 no. 1
Masyhuri H. P. & Suprihatin, M. D. (1989). Psikologi Perkembangan. Semarang: Tim Pengadaan Buku Pelajaran IKIP Semarang.
Monks. (1999). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannnya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Polinggapo, Sri W.2013.Penelitian Perbedaan Tingkat Stress pada Remaja berdasarkan Tipe kepribadian Sheldon.Malang:Universitas Negeri Malang
Pondok Pesantren Suryalaya. Skripsi. Bandung: Universitas Islam Bandung.
Santrock, J. W. (2007). Remaja: Ed 11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Denpasar: CV Sagung Seto.
Sudarsono. (1997). Kamus Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sujanto, A. (2001). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara
Sunaryo.2002.Psikologi Untuk Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran.
Suyatno, Nicke & Wahyuningsih, Hepi. 2005.Perbedaan Manajemen Konflik antara Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Introvert.Yogyakata:Universitas Islam Indonesia.
Traffickinghttp://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/jurnal-dinarbismilah.pdf 

No comments:

Post a Comment